Wednesday, November 4, 2015

Jadikan Probolinggo Ijo Dengan Aksi Ijo-mu




Jadikan Probolinggo Ijo Dengan Aksi Ijo-mu
Riski Amalia

Melalui karya tulis ini,  penulis ingin sedikit menyumbangkan pemikiran tentang bagaimana memajukan Kota Probolinggo melalui tempat-tempat wisata yang ada di kota ini. Karena menurut penulis sebuah kota akan tampak berkembang apabila dapat mendatangkan wisatawan ke kotanya.  Salah satunya adalah wisata bahari karena Kota Probolinggo memiliki pelabuhan yang cukup berpotensi. Kalau kita akan memiliki wisata bahari, tentunya kita harus membangun dahulu dermaga penyeberangan seperti Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Pelabuhan Gilimanuk Bali, dll, sehingga untuk wisatawan yang mau menggunakan transportasi air dari Probolinggo-Madura PP, Probolinggo-Pulau Gili Ketapang PP,  Probolinggo Tanjung Balai PP, dsb, akan dengan mudah dapat mengetahui di mana kita harus membeli tiket perjalanan laut tersebut,  kapan kita bisa berangkat, dengan kapal apa kita bisa berangkat, dll. Untuk membangun dermaga ini, tentunya banyak biaya yang harus dipersiapkan oleh Pemerintah Kota Probolinggo, karena kata pepatah orang Jawa, JER BASUKI MAWA BEA, untuk itu pemerintah bisa menawarkan saham pada investor-investor yang mau menginvestasikan modalnya di sini. Dengan dapat terlaksananya ini semua, berarti Kota Probolinggo akan memiliki lapangan kerja baru khusus untuk masyarakat Kota Probolinggo agar tidak mengadu nasibnya di rantau orang. Masyarakat kota yang hanya memiliki ijazah SD/ sederajat bisa berkarir sebagai pedagang makanan di lokasi sekitar areal dermaga, untuk masyarakat kota yang memiliki ijazah SMP/ sederajat bisa berkarir sebagai tukang parkir, petugas keamanan pelabuhan, dll, untuk masyarakat kota yang memiliki ijazah SMA/ sederajat bisa berkarir sebagai tenaga administrasi, dll, untuk masyarakat kota yang memiliki ijazah S1, S2, S3 bisa berkarir sebagai tenaga ahli, sebagai peñata yang handal yang mampu mengubah image pelabuhan biasa menjadi pelabuhan bergengsi di mancanegara.




   Kota Probolinggo terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa Timur di bagian timur. Kota ini memiliki luas ± 56.667 km², terdiri dari 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Wonoasih, Kademangan, Kedopok, Kanigaran, dan Mayangan. Kecamatan Kademangan dan Kecamatan Mayangan terletak di sebelah utara, di pesisir pantai Kota Probolinggo. Kota ini memiliki semenanjung yang tepatnya terletak di wilayah Kelurahan Mayangan, Kecamatan Mayangan, yang disebut Pelabuhan Tanjung Tembaga.

Pada zaman dahulu, pada kira-kira 50 tahun yang lalu, tempat ini digunakan sebagai pelabuhan samudra, yaitu pelabuhan yang digunakan untuk merapat kapal-kapal besar, tempat bongkar muat barang untuk ekspor dan impor serta dilengkapi gudang tempat menyimpan barang, Kantor Bea dan Cukai, Kantor Imigrasi, Kantor Dinas Kesehatan, Bank Bumi Daya, dsb. Wajah pelabuhan yang bestari itu dapat dilihat dari tertibnya kapal-kapal tongkang, perahu nelayan, speedboat yang sedang bersandar di tepian semenanjung atau yang sedang berlayar menyisir pantai. Anak-anak bermain di tepian pantai, menghirup udara segar, dan berenang bersama ikan-ikan kecil.

Sekarang, Kota Probolinggo kini telah berusia 92 tahun. Wajah tempo dulu telah berubah, tempat bermain anak-anak telah disulap menjadi pabrik besar yang bergerak di bidang plywood (kayu tripleks) yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja dari penduduk usia pekerja produktif di kota ini. Perdagangan bebas mulai merambah kota ini, Probolinggo mampu menarik investor-investor asing untuk menanamkan modalnya di kota ini. Hal ini terbukti bahwa di mana-mana telah dibuka supermarket-supermarket, tempat-tempat jajanan masa kini yang juga dapat memotivasi pemuda-pemuda kota ini untuk mampu berkarya secara mandiri sesuai skill-nya demi menopang pembangunan Kota Probolinggo di masa depan.

Menurut cerita salah seorang kakek berusia 83 tahun, bernama Cornelis Kippuw  yang dulunya bekerja sebagai Kepala Gudang PT. Pelni Probolinggo, Pelabuhan Tanjung Tembaga ini, sejak dulu terkenal sebagai pelabuhan samudra ke-2 di Jawa Timur setelah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Oleh karenanya, menurut penulis, untuk membangun Probolinggo di masa depan, berarti pelabuhan Tanjung Tembaga ini memiliki potensi besar untuk dijadikan salah satu guns untuk menunjang pertumbuhan ekonomi daerah. Sangatlah tepat jika Pemerintah Kota Probolinggo berniat  mengembangan pelabuhan tersebut, agar dapat dikembalikan sebagai pelabuhan samudra seperti dahulu, agar kita masyarakat Kota Probolinggo dapat menarik industri baru, industri pariwisata, mengurangi kepadatan lalulintas darat, dan kapal-kapal dengan Gross Ton besar dapat berlayar dan sandar di Pelabuhan Tanjung Tembaga ini.

Untuk menciptakan ini semua tentunya tidaklah mudah. Ada sedikit yang mengganjal di hati penulis, yaitu apa yang dapat penulis sumbangkan pada pemerintah untuk pembangunan Pemerintah Kota Probolinggo Masa Depan?

Pembangunan tentunya butuh visi dan misi yang jelas yang perlu dibentuk bersama oleh masyarakat Kota Probolinggo, butuh waktu, butuh proses, butuh kerja sama, butuh dana yang tidak sedikit, butuh SDM yang tangguh, dll.

Selain wisata bahari, Kota Probolinggo juga memiliki kesempatan untuk mengharumkan nama kotanya dengan image yang sudah sangat melekat pada setiap orang yang mengenal Kota Probolinggo sebagai kota yang sarat dengan anggur dan mangganya. Di sini penulis memperoleh data dan mengutipnya sedikit dari sebuah buku berjudul “Probolinggo City Goes To The Future” halaman 61 tentang potensi wilayah kota di bidang pertanian, berikut bunyinya:

“Meskipun merupakan wilayah perkotaan, pola penggunaan tanah di Kota Probolinggo ternyata masih terdapat sawah seluas 2.182 Ha serta tegalan dan kebun seluas 783.467 Ha. Lahan pertanian ini berarti mencapai 52,33 % dari luas wilayah Kota Probolinggo. Melihat potensi dan pemanfaatan wilayah demikian itu, banyak alternative yang bisa dipilih untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan pemberdayaan potensi daerah. 

Secara umum, kondisi dan struktur tanah Kota Probolinggo cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman. Secara khusus agroklimat yang kering dan adanya hembusan angin sepanjang musim kemarau, maka di Kota Probolinggo telah berkembang komoditas anggur dan mangga yang mempunyai kwalitas spesifik.” (Probolinggo City Goes To The Future).

Atas dasar kutipan tersebut, menurut penulis Kota Probolinggo juga bisa dikenal sebagai kota yang memiliki tempat wisata agro petik anggur dan mangga. Dari sebutannya saja wisatawan sudah pasti akan membayangkan bahwa kalau kita sebagai wisatawan yang ingin menikmati wisata agro petik anggur dan mangga, kita datang ke tempat tersebut, sudah pasti kita bisa menikmati makan buah anggur yang dipetik langsung dari pohonnya sambil duduk santai atau menikmati makan buah mangga yang juga bisa langsung memetik sendiri dari pohonnya sambil duduk santai di bawah pohon mangga, menikmati udara segar dengan hembusan angin gending yang khas itu, seperti kalau kita sedang menikmati makan buah apel di kebun apel di Kota Batu. Namun setiap tamu yang berkunjung ke kota ini sedikit harus kecewa  dengan ketidakjelasan kita sebagai masyarakat kota yang tidak mampu menunjukkan kebun anggur dan kebun mangga yang dimaksudkan sebagai tempat wisata agro petik anggur dan mangga.

Kalau penulis telusuri tempat atau kebun anggur yang dimaksud yang terletak di Kecamatan Wonoasih, penulis menemukan bahwa pemilik anggur akan mengatakan, “Itu dulu, sekarang tidak lagi, masalahnya masyarakat lebih suka mengkonsumsi anggur Taiwan, yang besar-besar lagi manis.” Sedangkan beliau juga mengeluhkan tentang biaya perawatan anggur yang begitu mahal, tetapi jika tiba saatnya panen raya harga anggur anjlok dan bisa kalah pasaran dengan anggur yang didatangkan dari Bali.

Saya sebagai penduduk kota merasa tersipu dan tertantang jika tidak bisa menunjukkannya, membawa mereka berwisata ke tempat wisata agro petik anggur dan mangga. Menurut penulis gagasan mengemas wisata agro petik anggur dan mangga ini butuh ketekunan dari petani anggur juga pemerintah. Adanya turut campur tangan pemerintah dalam hal mulai dari menyediakan lahan, bibit, media tanam anggur dan mangga, pupuk, panen raya, pengemasan, sampai pemasarannya sangat dapat memotivasi semangat dan ketekunan petani anggur. Setidaknya kita juga butuh tenaga ahli dari bidang pertanian yang setia memberikan penyuluhan pada petani anggur dan mangga agar dapat memproduksi anggur dan mangga sesuai yang diinginkan oleh pasar.

Menurut penulis, menanam mangga mudah dilakukan, sebab tanaman ini tidak terlalu membutuhkan perawatan seperti kalau kita mananam anggur. Kalau pemerintah Kota Probolinggo bisa melaksanakan gerakan kerja bakti untuk menciptakan kebersihan lingkungan yang biasa dilakukan setiap hari Jumat oleh seluruh pegawai pemerintah bersama masyarakat kota, berarti Pemerintah Kota Probolinggo juga tidak akan kesulitan jika mau mengajak masyarakat kota untuk bekerja bakti menanam pohon mangga di lahan yang disediakan oleh pemerintah atau lahan milik masyarakat sendiri atau bisa juga menunjuk salah satu wilayah setingkat kecamatan atau kelurahan untuk mewajibkan membudidayakan tanaman mangga di wilayah tersebut. Secara terorganisasi dan terpantau perkembangannya, wilayah tersebut benar-benar akan dipersiapkan sebagai satu lapangan kerja bagi masyarakat Kota Probolinggo.

Dengan begitu kalau hal itu betul-betul bisa terlaksana, masyarakat Kota Probolinggo akan memiliki satu daerah/ wilayah yang khas mangga. Di situ kita sebagai wisatawan bisa makan buah mangga maupun buah mangga yang sudah diolah menjadi makanan khas berbahan dasar buah mangga seperti selai mangga, manisan mangga, jus mangga, kripik mangga, dll. Bisa penulis bayangkan, kalau hal ini benar-benar terwujud, betapa bertambah harum nama Kota Probolinggo Masa Depan. Bahkan Kota Probolinggo bisa memiliki industri besar makanan camilan yang mampu dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Melalui lahan ini juga, Pemerintah Kota Probolinggo bisa merekrut ribuan tenaga kerja, mulai dari petani mangga sampai tenaga ahli industri makanan camilan berbahan dasar mangga dan anggur.

Masih berkaitan dengan wisata, di sini penulis boleh mengaplikasikan Taman Wisata Study Lingkungan (TWSL) dengan dunia pendidikan di Kota Probolinggo. Sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kota, bahwa setiap hari libur taman ini selalu menjadi tujuan wisata studi lingkungan oleh bapak/ ibu guru pengajar dari Sekolah Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, untuk memperkenalkan, memfasilitasi, semaksimal mungkin tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan belajar-mengajar secara alami. Jadi tak ayal lagi kalau setiap liburan tiba, TWSL selalu dipenuhi oleh wisatawan cilik dari Taman Kanak-kanak,  Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai masyarakat dewasa, tua dan muda, dari dalam kota maupun luar kota Probolinggo yang benar-banar ingin berwisata sambil belajar. Benar-benar menakjubkan seakan kita telah berada di Kebun Binatang Surabaya walau masih dalam ukuran kecil. Tentunya lagi-lagi taman ini juga turut menyumbangkan satu lahan kerja bagi masyarakat Kota Probolinggo. Penulis berharap ke depan tempat ini akan lebih berkembang dari saat ini.

Menurut penulis, Pemerintah Kota Probolinggo bisa juga mengajak masyarakat kota yang mau berpartisipasi dalam mewujudkan impian ini untuk Kota Probolinggo Masa Depan dalam mengembangkan dunia pendidikan. Lagi-lagi penulis mengutip dari sebuah artikel yang menurut penulis hal ini memang boleh dibenarkan juga:
   “Faktor sarana dan prasarana yang mendukung keberhasilan suatu pembangunan memang mutlak dibutuhkan. Mulai dari gedung, calon mahasiswa, perpustakaan umum, warung internet, dunia usaha industri, transpotasi sampai tempat-tempat umum yang mungkin berguna sebagai obyek pendidikan dan penelitian.” (Arimami, Nur Eva, S.Pd. “Universitas Negeri Probolinggo, Mungkinkah?”, Warta Pendidikan, Edisi 04, September 2008, Th. I).

Menurut penulis, TWSL dan Ruang Terbuka Hijau Kota Probolinggo (RTHKP) yang telah digagas oleh pemerintah Kota Probolinggo bekerja sama dengan instansi-instansi pemerintah maupun swasta, bersama masyarakat kota tersebut adalah modal berupa sarana dan prasarana yang dapat digunakan sebagai obyek pendidikan dan penelitian. Maka tak ayal lagi, kita dapat mendirikan sebuah Universitas Negeri Probolinggo yang tentunya juga diperlukan adanya kerjasama antara Kepala Pemerintahan Kota Probolinggo dan Kepala Dinas Pendidikan sebagai ujung tombak penentu kebijakan menciptakan visi dan misi yang kredibel untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi atau universitas.  Kalau sarana dan prasarana sudah terwujud seperti yang telah dituangkan dalam kutipan di atas, maka Kota Probolinggo Masa Depan mampu menjaring masyarakatnya yang mau melanjutkan studi di luar kota untuk tidak lagi harus menuntut ilmu di luar kota, utamanya bagi masyarakat menengah ke bawah yang dananya pas-pasan.

Dampak positif yang akan kelihatan dari dibangunnya sebuah Sekolah Tinggi Negeri atau Universitas ini, antara lain meliputi: (1) Meningkatnya pertumbuhan ekonomi karena dimungkinkan adanya permintaan dari sektor-sektor produktif demi memenuhi kebutuhan pokok masyarakat kota. (2) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kota, karena dengan dikembangkannya segala sektor-sektor produkitf demi memenuhi kebutuhan masyarakat, akan bermunculan gagasan-gagasan lain dari yang belum diungkapkan penulis sebagai dampak adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat kota, misalnya: adanya persewaan kamar kos di sekitar kampus untuk mahasiswa yang berasal dari luar kota, adanya warung-warung makan selera anak muda masa kini, dan adanya penjaja makanan kecil, seperti gorengan-gorengan di sekitar kampus, dll, yang sebenarnya juga dapat memancing wisatawan lokal maupun mancanegara untuk tertarik datang ke Kota Probolinggo, walau hanya transit saja, untuk yang keluarganya sedang menuntut ilmu di sini bisa mengunjunginya sambil memanfaatkan wisata di Kota Probolinggo, paling tidak kedatangan mereka di kota ini sudah bisa menambah income bagi masyarakat kota demi kesejahteraan hidupnya.

Jika kita berbicara tentang Wisata Belanja Le Ollena, tentu kita ingat pada suatu  tempat khusus di mana wisatawan yang berkunjung ke Kota Probolinggo dapat membeli oleh-oleh berupa makanan khas Kota Probolinggo, yaitu mangga, anggur, keripik ikan, keripik singkong, keripik tela, keripik mbote, dll, termasuk kerajinan keramik buatan PT. SAKI di Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, dan kerajinan keramik buatan PT. Kinasih, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Mayangan, dll. Hal ini juga sudah merupakan suatu gambaran bahwa sebenarnya masyarakat Kota Probolinggo sudah memiliki modal untuk membangun Kota Probolinggo Masa Depan. Menurut penulis, kita tinggal meningkatkan SDM masyarakat Kota Probolinggo demi menyongsong Pembangunan Kota Probolinggo Masa Depan.

Kalau penulis membaca di salah satu asesoris yang terletak di sudut almari kaca Kang Kota 2006, di situ tertulis logo Pemerintah Kota Probolinggo, logo Kang & Yuk Kota Probolinggo 2006, PROBOLINGGO’S ENVIRONMENTALIS TRAINING (POTRET) “Jadikan Probolinggo Ijo dengan Aksi Ijo-Mu” Probolinggo, 20-21 Juli 2007, WALHI, B, Bromo View. Dari tulisan tersebut, penulis berpendapat bahwa Pemerintah Kota Probolinggo sudah membuka terobosan-terobosan berupa pendidikan mental masyarakat muda Kota Probolinggo melalui lembaga-lembaganya baik formal maupun informal dalam meningkatkan SDM masyarakat kota untuk mendukung keberhasilan pembangunan Kota Probolinggo Masa Depan, guna mempersiapkan tenaga ahli yang tangguh di bidangnya masing-masing.

Kalau boleh penulis usulkan, menurut penulis salah satu icon yang tidak boleh kita tinggalkan adalah Wisata Budaya. Sebuah wadah atau organisasi pemuda Kota Probolinggo yang bernama Kang & Yuk Kota Probolinggo sebagai organisasi yang erat kaitannya dengan kepariwisataan ini mungkin dapat menjadi barisan paling depan dalam mepromosikan icon-icon yang ada di Kota Probolinggo. Tentunya Kantor Dinas Pariwisata Kota Probolinggo sebagai motor penggerak juga tidak bisa tinggal diam dalam mengemasnya agar Wisata Budaya seperti, tari lengger, tari bodag, dan tari glipang, juga mendapat perhatian dari masyarakat kota. Bagaimana cara mengemasnya? Nah, marilah kita pikirkan bersama bagaimana cara mengemasnya menjadi kesenian daerah yang benar-benar dikagumi oleh masyarakat kota. Menurut penulis, kita tidak cinta terhadap Wisata Budaya kita karena budaya daerah yang dimiliki oleh daerah ini jarang dipublikasikan, sehingga masyarakat lebih suka kesenian produk luar yang tidak jarang membawa dampak negatif bagi masyarakat kita. Penulis sebagai bagian dari masyarakat Kota Probolinggo mempunyai beban moral terhadap Wisata Budaya daerah sendiri yang jarang disukai masyarakat Kota Probolinggo. 

Seandainya penulis sebagai wisatawan yang ingin menikmati kesenian daerah Kota Probolinggo, penulis harus ke mana membeli tiket pertunjukan, berapa harganya, berapa lama pertunjukan itu disajikan, di gedung mana tempat pertunjukannya, dll. Kalau pertunjukan ini sudah benar-benar dalam kemasan yang baik, maka bukan tidak mungkin hal ini adalah suatu yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota.

Mungkin dengan dimasukkannya budaya daerah ini sebagai salah satu mata pelajaran yang bermuatan lokal, di sekolah-sekolah formal, lambat laun kesenian daerah ini juga akan mendapat tempat di hati masyarakat kota. 

Melalui karya tulis ini, penulis ingin pemikiran penulis yang sudah penulis tuangkan di atas mendapat tanggapan dari Pemerintah Kota Probolinggo demi Membangun Kota Probolinggo Masa Depan.***

No comments:

Post a Comment