Jadikan Probolinggo
Ijo Dengan Aksi Ijo-mu
Riski Amalia
Melalui karya tulis ini,
penulis ingin sedikit menyumbangkan pemikiran tentang bagaimana memajukan Kota Probolinggo melalui
tempat-tempat wisata yang ada di
kota ini. Karena menurut penulis sebuah
kota akan tampak berkembang apabila dapat mendatangkan wisatawan ke kotanya. Salah satunya adalah wisata bahari karena Kota
Probolinggo memiliki pelabuhan yang cukup berpotensi. Kalau kita akan memiliki wisata bahari, tentunya kita harus
membangun dahulu dermaga penyeberangan seperti Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya, Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Pelabuhan Gilimanuk Bali, dll,
sehingga untuk wisatawan yang mau menggunakan transportasi air dari
Probolinggo-Madura PP, Probolinggo-Pulau Gili Ketapang PP, Probolinggo Tanjung Balai PP, dsb, akan
dengan mudah dapat mengetahui di mana kita harus membeli tiket perjalanan laut
tersebut, kapan kita bisa berangkat,
dengan kapal apa kita bisa berangkat, dll. Untuk membangun dermaga ini,
tentunya banyak biaya yang harus dipersiapkan oleh Pemerintah Kota Probolinggo,
karena kata pepatah orang Jawa, JER BASUKI MAWA BEA, untuk itu pemerintah
bisa menawarkan saham pada
investor-investor yang mau menginvestasikan modalnya di sini. Dengan dapat
terlaksananya ini semua, berarti Kota Probolinggo akan memiliki lapangan kerja baru khusus untuk
masyarakat Kota Probolinggo agar tidak mengadu nasibnya di rantau orang.
Masyarakat kota yang hanya memiliki ijazah SD/ sederajat bisa berkarir sebagai
pedagang makanan di lokasi sekitar areal dermaga, untuk masyarakat kota yang
memiliki ijazah SMP/ sederajat bisa berkarir sebagai tukang parkir, petugas
keamanan pelabuhan, dll, untuk masyarakat kota yang memiliki ijazah SMA/
sederajat bisa berkarir sebagai tenaga administrasi, dll, untuk masyarakat kota
yang memiliki ijazah S1, S2, S3 bisa berkarir sebagai tenaga ahli, sebagai
peñata yang handal yang mampu mengubah image
pelabuhan biasa menjadi pelabuhan bergengsi di mancanegara.
Kota Probolinggo
terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa Timur di bagian timur. Kota ini
memiliki luas ± 56.667 km², terdiri
dari 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Wonoasih, Kademangan, Kedopok, Kanigaran, dan
Mayangan. Kecamatan Kademangan dan Kecamatan Mayangan terletak di sebelah
utara, di pesisir pantai Kota Probolinggo. Kota ini memiliki semenanjung yang
tepatnya terletak di wilayah Kelurahan Mayangan, Kecamatan Mayangan, yang
disebut Pelabuhan Tanjung Tembaga.
Pada zaman dahulu, pada kira-kira 50 tahun yang lalu,
tempat ini digunakan sebagai pelabuhan samudra, yaitu pelabuhan yang digunakan
untuk merapat kapal-kapal besar, tempat bongkar muat barang untuk ekspor dan
impor serta dilengkapi gudang tempat menyimpan barang, Kantor Bea dan Cukai,
Kantor Imigrasi, Kantor Dinas Kesehatan, Bank Bumi Daya, dsb. Wajah pelabuhan
yang bestari itu dapat dilihat dari tertibnya kapal-kapal tongkang, perahu
nelayan, speedboat yang sedang
bersandar di tepian semenanjung atau yang sedang berlayar menyisir pantai.
Anak-anak bermain di tepian pantai, menghirup udara segar, dan berenang bersama
ikan-ikan kecil.
Sekarang, Kota Probolinggo kini telah berusia 92 tahun.
Wajah tempo dulu telah berubah, tempat bermain anak-anak telah disulap menjadi
pabrik besar yang bergerak di bidang plywood
(kayu tripleks) yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja dari penduduk usia
pekerja produktif di kota ini. Perdagangan bebas mulai merambah kota ini,
Probolinggo mampu menarik investor-investor
asing untuk menanamkan modalnya di kota ini. Hal ini terbukti bahwa di
mana-mana telah dibuka supermarket-supermarket,
tempat-tempat jajanan masa kini yang juga dapat memotivasi pemuda-pemuda kota
ini untuk mampu berkarya secara mandiri sesuai skill-nya demi menopang pembangunan Kota Probolinggo di masa depan.
Menurut cerita salah seorang kakek berusia 83 tahun,
bernama Cornelis Kippuw yang dulunya
bekerja sebagai Kepala Gudang PT. Pelni Probolinggo, Pelabuhan Tanjung Tembaga
ini, sejak dulu terkenal sebagai pelabuhan samudra ke-2 di Jawa Timur setelah
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Oleh karenanya, menurut penulis, untuk
membangun Probolinggo di masa depan, berarti pelabuhan Tanjung Tembaga ini memiliki potensi besar untuk dijadikan
salah satu guns untuk menunjang pertumbuhan ekonomi daerah. Sangatlah tepat
jika Pemerintah Kota Probolinggo berniat
mengembangan pelabuhan tersebut, agar dapat dikembalikan sebagai
pelabuhan samudra seperti dahulu, agar kita masyarakat Kota Probolinggo dapat
menarik industri baru, industri pariwisata, mengurangi kepadatan lalulintas
darat, dan kapal-kapal dengan Gross Ton besar dapat berlayar dan sandar di
Pelabuhan Tanjung Tembaga ini.
Untuk menciptakan ini semua tentunya tidaklah mudah. Ada
sedikit yang mengganjal di hati penulis, yaitu apa yang dapat penulis sumbangkan pada pemerintah untuk pembangunan
Pemerintah Kota Probolinggo Masa Depan?
Pembangunan tentunya butuh visi dan misi yang jelas yang
perlu dibentuk bersama oleh masyarakat Kota Probolinggo, butuh waktu, butuh
proses, butuh kerja sama, butuh dana yang tidak sedikit, butuh SDM yang
tangguh, dll.
Selain wisata
bahari, Kota Probolinggo juga memiliki kesempatan untuk mengharumkan nama
kotanya dengan image yang sudah
sangat melekat pada setiap orang yang mengenal Kota Probolinggo sebagai kota
yang sarat dengan anggur dan mangganya. Di sini penulis memperoleh
data dan mengutipnya sedikit dari sebuah buku berjudul “Probolinggo City Goes To The Future” halaman 61 tentang potensi
wilayah kota di bidang pertanian, berikut bunyinya:
“Meskipun merupakan wilayah
perkotaan, pola penggunaan tanah di Kota Probolinggo ternyata masih terdapat
sawah seluas 2.182 Ha serta tegalan dan kebun seluas 783.467 Ha. Lahan
pertanian ini berarti mencapai 52,33 % dari luas wilayah Kota Probolinggo.
Melihat potensi dan pemanfaatan wilayah demikian itu, banyak alternative yang
bisa dipilih untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan pemberdayaan potensi
daerah.
Secara umum, kondisi dan struktur
tanah Kota Probolinggo cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman. Secara
khusus agroklimat yang kering dan adanya hembusan angin sepanjang musim
kemarau, maka di Kota Probolinggo telah berkembang komoditas anggur dan mangga
yang mempunyai kwalitas spesifik.” (Probolinggo City Goes To The Future).
Atas dasar kutipan tersebut, menurut penulis Kota
Probolinggo juga bisa dikenal sebagai kota yang memiliki tempat wisata
agro petik anggur dan mangga. Dari sebutannya saja wisatawan sudah
pasti akan membayangkan bahwa kalau kita sebagai wisatawan yang ingin menikmati
wisata agro petik anggur dan mangga, kita datang ke tempat tersebut, sudah
pasti kita bisa menikmati makan buah anggur yang dipetik langsung dari pohonnya
sambil duduk santai atau menikmati makan buah mangga yang juga bisa langsung
memetik sendiri dari pohonnya sambil duduk santai di bawah pohon mangga,
menikmati udara segar dengan hembusan angin gending yang khas itu, seperti
kalau kita sedang menikmati makan buah apel di kebun apel di Kota Batu. Namun setiap tamu yang berkunjung ke kota
ini sedikit harus kecewa dengan
ketidakjelasan kita sebagai masyarakat kota yang tidak mampu menunjukkan kebun
anggur dan kebun mangga yang dimaksudkan sebagai tempat wisata agro petik
anggur dan mangga.
Kalau penulis telusuri tempat atau kebun anggur yang
dimaksud yang terletak di Kecamatan Wonoasih, penulis menemukan bahwa pemilik
anggur akan mengatakan, “Itu dulu,
sekarang tidak lagi, masalahnya masyarakat lebih suka mengkonsumsi anggur Taiwan, yang besar-besar lagi manis.”
Sedangkan beliau juga mengeluhkan tentang biaya perawatan anggur yang begitu
mahal, tetapi jika tiba saatnya panen raya harga anggur anjlok dan bisa kalah
pasaran dengan anggur yang didatangkan dari Bali.
Saya sebagai penduduk kota merasa tersipu dan tertantang
jika tidak bisa menunjukkannya, membawa mereka berwisata ke tempat wisata
agro petik anggur dan mangga. Menurut penulis gagasan mengemas wisata
agro petik anggur dan mangga ini butuh ketekunan dari petani anggur
juga pemerintah. Adanya turut campur tangan pemerintah dalam hal mulai dari
menyediakan lahan, bibit, media tanam anggur dan mangga, pupuk, panen raya,
pengemasan, sampai pemasarannya sangat dapat memotivasi semangat dan ketekunan
petani anggur. Setidaknya kita juga butuh tenaga ahli dari bidang pertanian
yang setia memberikan penyuluhan pada petani anggur dan mangga agar dapat
memproduksi anggur dan mangga sesuai yang diinginkan oleh pasar.
Menurut penulis, menanam mangga mudah dilakukan, sebab
tanaman ini tidak terlalu membutuhkan perawatan seperti kalau kita mananam
anggur. Kalau pemerintah Kota Probolinggo bisa melaksanakan gerakan kerja bakti
untuk menciptakan kebersihan lingkungan yang biasa dilakukan setiap hari Jumat
oleh seluruh pegawai pemerintah bersama masyarakat kota, berarti Pemerintah
Kota Probolinggo juga tidak akan kesulitan jika mau mengajak masyarakat kota
untuk bekerja bakti menanam pohon mangga di lahan yang disediakan
oleh pemerintah atau lahan milik masyarakat sendiri atau bisa juga menunjuk
salah satu wilayah setingkat kecamatan atau kelurahan untuk mewajibkan membudidayakan
tanaman mangga di wilayah tersebut. Secara terorganisasi dan terpantau
perkembangannya, wilayah tersebut benar-benar akan dipersiapkan sebagai satu
lapangan kerja bagi masyarakat Kota Probolinggo.
Dengan begitu kalau hal itu betul-betul bisa terlaksana,
masyarakat Kota Probolinggo akan memiliki
satu daerah/ wilayah yang khas mangga. Di situ kita sebagai wisatawan bisa
makan buah mangga maupun buah mangga yang sudah diolah menjadi makanan khas
berbahan dasar buah mangga seperti selai
mangga, manisan mangga, jus mangga, kripik mangga, dll. Bisa penulis
bayangkan, kalau hal ini benar-benar terwujud, betapa bertambah harum nama Kota
Probolinggo Masa Depan. Bahkan Kota Probolinggo bisa memiliki industri
besar makanan camilan yang mampu dipasarkan di seluruh wilayah
Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Melalui lahan ini juga, Pemerintah Kota
Probolinggo bisa merekrut ribuan tenaga kerja, mulai dari petani mangga sampai
tenaga ahli industri makanan camilan berbahan dasar mangga dan
anggur.
Masih berkaitan dengan wisata, di sini penulis boleh
mengaplikasikan Taman Wisata Study Lingkungan (TWSL) dengan dunia pendidikan di
Kota Probolinggo. Sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kota, bahwa setiap
hari libur taman ini selalu menjadi tujuan wisata studi lingkungan oleh bapak/
ibu guru pengajar dari Sekolah Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, untuk memperkenalkan, memfasilitasi, semaksimal mungkin
tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan belajar-mengajar secara alami. Jadi
tak ayal lagi kalau setiap liburan tiba, TWSL selalu dipenuhi oleh wisatawan
cilik dari Taman Kanak-kanak, Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah, sampai masyarakat dewasa, tua dan muda, dari dalam
kota maupun luar kota Probolinggo yang benar-banar ingin berwisata sambil
belajar. Benar-benar menakjubkan seakan kita telah berada di Kebun Binatang
Surabaya walau masih dalam ukuran kecil. Tentunya lagi-lagi taman ini juga
turut menyumbangkan satu lahan kerja bagi masyarakat Kota Probolinggo. Penulis
berharap ke depan tempat ini akan lebih berkembang dari saat ini.
Menurut penulis, Pemerintah Kota Probolinggo bisa juga
mengajak masyarakat kota yang mau berpartisipasi dalam mewujudkan impian ini
untuk Kota Probolinggo Masa Depan dalam mengembangkan dunia pendidikan.
Lagi-lagi penulis mengutip dari sebuah artikel yang menurut penulis hal ini
memang boleh dibenarkan juga:
“Faktor
sarana dan prasarana yang mendukung keberhasilan suatu pembangunan memang
mutlak dibutuhkan. Mulai dari gedung, calon mahasiswa, perpustakaan umum,
warung internet, dunia usaha industri, transpotasi sampai tempat-tempat umum
yang mungkin berguna sebagai obyek pendidikan dan penelitian.” (Arimami, Nur
Eva, S.Pd. “Universitas Negeri Probolinggo, Mungkinkah?”, Warta Pendidikan,
Edisi 04, September 2008, Th. I).
Menurut penulis, TWSL dan Ruang Terbuka Hijau Kota
Probolinggo (RTHKP) yang telah digagas oleh pemerintah Kota Probolinggo bekerja
sama dengan instansi-instansi pemerintah maupun swasta, bersama masyarakat kota
tersebut adalah modal berupa sarana dan prasarana yang dapat digunakan sebagai obyek pendidikan dan penelitian. Maka
tak ayal lagi, kita dapat mendirikan sebuah Universitas Negeri Probolinggo
yang tentunya juga diperlukan adanya kerjasama antara Kepala Pemerintahan Kota
Probolinggo dan Kepala Dinas Pendidikan sebagai ujung tombak penentu kebijakan
menciptakan visi dan misi yang kredibel untuk mendirikan sebuah perguruan
tinggi atau universitas. Kalau sarana
dan prasarana sudah terwujud seperti yang telah dituangkan dalam kutipan di
atas, maka Kota Probolinggo Masa Depan mampu menjaring masyarakatnya yang mau
melanjutkan studi di luar kota untuk tidak lagi harus menuntut ilmu di luar
kota, utamanya bagi masyarakat menengah ke bawah yang dananya pas-pasan.
Dampak positif yang akan kelihatan dari dibangunnya
sebuah Sekolah Tinggi Negeri atau Universitas ini, antara lain meliputi: (1)
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi karena dimungkinkan adanya permintaan dari
sektor-sektor produktif demi memenuhi kebutuhan pokok masyarakat kota. (2)
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kota, karena dengan dikembangkannya
segala sektor-sektor produkitf demi memenuhi kebutuhan masyarakat, akan
bermunculan gagasan-gagasan lain dari yang belum diungkapkan penulis sebagai
dampak adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat kota, misalnya: adanya
persewaan kamar kos di sekitar kampus untuk mahasiswa yang berasal dari luar
kota, adanya warung-warung makan selera anak muda masa kini, dan adanya penjaja
makanan kecil, seperti gorengan-gorengan di sekitar kampus, dll, yang
sebenarnya juga dapat memancing wisatawan lokal maupun mancanegara
untuk tertarik datang ke Kota Probolinggo, walau hanya transit saja, untuk yang
keluarganya sedang menuntut ilmu di sini bisa mengunjunginya sambil
memanfaatkan wisata di Kota Probolinggo, paling tidak kedatangan mereka di
kota ini sudah bisa menambah income
bagi masyarakat kota demi kesejahteraan hidupnya.
Jika kita berbicara tentang Wisata Belanja Le Ollena, tentu kita ingat pada
suatu tempat khusus di mana wisatawan
yang berkunjung ke Kota Probolinggo dapat membeli oleh-oleh berupa makanan khas
Kota Probolinggo, yaitu mangga, anggur, keripik ikan, keripik singkong, keripik
tela, keripik mbote, dll, termasuk
kerajinan keramik buatan PT. SAKI di Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih,
dan kerajinan keramik buatan PT. Kinasih, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan
Mayangan, dll. Hal ini juga sudah merupakan suatu gambaran bahwa sebenarnya masyarakat
Kota Probolinggo sudah memiliki modal untuk membangun Kota Probolinggo Masa
Depan. Menurut penulis, kita tinggal meningkatkan SDM masyarakat Kota
Probolinggo demi menyongsong Pembangunan Kota Probolinggo Masa Depan.
Kalau penulis membaca di salah satu asesoris yang
terletak di sudut almari kaca Kang Kota 2006, di situ tertulis logo Pemerintah
Kota Probolinggo, logo Kang & Yuk Kota Probolinggo 2006, PROBOLINGGO’S ENVIRONMENTALIS
TRAINING (POTRET) “Jadikan Probolinggo
Ijo dengan Aksi Ijo-Mu” Probolinggo, 20-21 Juli 2007, WALHI, B, Bromo View.
Dari tulisan tersebut, penulis berpendapat bahwa Pemerintah Kota Probolinggo
sudah membuka terobosan-terobosan berupa pendidikan mental masyarakat muda Kota
Probolinggo melalui lembaga-lembaganya baik formal maupun informal dalam
meningkatkan SDM masyarakat kota untuk mendukung keberhasilan pembangunan Kota
Probolinggo Masa Depan, guna mempersiapkan tenaga ahli yang tangguh di
bidangnya masing-masing.
Kalau boleh penulis usulkan, menurut penulis salah satu icon yang tidak boleh kita tinggalkan
adalah Wisata Budaya. Sebuah wadah atau organisasi pemuda Kota
Probolinggo yang bernama Kang & Yuk Kota Probolinggo sebagai organisasi
yang erat kaitannya dengan kepariwisataan ini mungkin dapat menjadi barisan
paling depan dalam mepromosikan icon-icon
yang ada di Kota Probolinggo. Tentunya Kantor Dinas Pariwisata Kota Probolinggo
sebagai motor penggerak juga tidak bisa tinggal diam dalam mengemasnya agar Wisata Budaya seperti, tari lengger, tari bodag, dan tari glipang, juga mendapat perhatian
dari masyarakat kota. Bagaimana cara mengemasnya? Nah, marilah kita pikirkan
bersama bagaimana cara mengemasnya menjadi kesenian daerah yang benar-benar
dikagumi oleh masyarakat kota. Menurut penulis, kita tidak cinta terhadap
Wisata Budaya kita karena budaya daerah yang dimiliki oleh daerah ini jarang
dipublikasikan, sehingga masyarakat lebih suka kesenian produk luar yang tidak
jarang membawa dampak negatif bagi masyarakat kita. Penulis sebagai bagian dari
masyarakat Kota Probolinggo mempunyai beban moral terhadap Wisata Budaya daerah
sendiri yang jarang disukai masyarakat Kota Probolinggo.
Seandainya penulis sebagai wisatawan yang ingin menikmati
kesenian daerah Kota Probolinggo, penulis harus ke mana membeli tiket
pertunjukan, berapa harganya, berapa lama pertunjukan itu disajikan, di gedung
mana tempat pertunjukannya, dll. Kalau pertunjukan ini sudah benar-benar dalam
kemasan yang baik, maka bukan tidak mungkin hal ini adalah suatu yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota.
Mungkin dengan dimasukkannya budaya daerah ini sebagai
salah satu mata pelajaran yang bermuatan lokal, di sekolah-sekolah formal,
lambat laun kesenian daerah ini juga akan mendapat tempat di hati masyarakat
kota.
No comments:
Post a Comment