Kota Probolinggo Sebagai Kota Seni dan Budaya Masa Depan
Nicko Syaifuddin
Al-Haq R.
Sebaiknya masyarakat kota Probolinggo mulai saat ini
menggunakan sarana dan prasarana kampoeng
seni kota Probolinggo. Kampoeng seni
tersebut merupakan merupakan salah satu agenda Dewan Kesenian, Dinas Pariwisata
dan Budaya serta Dinas Pendidikan Kota Probolinggo. Maka dari itu marilah kita
turut menyukseskan dan menyemarakkan kesenian dan budaya yang ada di kota
Probolinggo. Dan kampoeng seni kota
Probolinggo tersebut bermaksud untuk mengekspresikan karya masyarakat kota
Probolinggo. Dan kampoeng seni ini
tidak ditujukan hanya bagi segelintir golongan, namun masyarakat kota
Probolinggo juga berhak atas terbentuknya kampoeng
seni tersebut. Maka agar tidak adanya perselisihan antara golongan
persanggaran dengan dan masyarakat maka masyarakat kota Probolinggo harus lebih
banyak menggunakan sarana dan prasarana kampoeng
seni dan banyaklah berpartisipasi.
Sebetulnya
masyarakat kota Probolinggo adalah pecinta kesenian dan kebudayaan, tetapi
dengan seiring kemajuan teknologi dan komunikasi masyarakat kota Probolinggo
sudah mulai bosan dengan kesenian dan kebudayaan kota Probolinggo, mungkin
tidak adanya arahan dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak di kota
Probolinggo yang mempunyai bakat dan seni, contohnya: musik, lukis, tari,
keterampilan dsb, tetapi tidak ada yang mengarahkan. Sebaiknya berilah pelatih
dan tempat serta honor yang layak kepadanya pasti akan terlaksana, maju dan
berkembang. Maka untuk kedepannya sebaiknya kota Probolinggo harus mulai ada
kemajuan untuk pengetahuan kesenian dan kebudayaan kota Probolinggo.
Masyarakat kota Probolinggo sekarang ini sudah mulai
melupakan dan meninggalkan kesenian dan kebudayaan Kota Probolinggo. Dan kota
Probolinggo untuk mencapai semua itu harus ada penambahan lokasi untuk
mempelajari dan memberi pengertian kesenian dan kebudayaan kota Probolinggo,
seperti di setiap sudut daerah kota Probolinggo harus membangun sanggar –
sanggar untuk semua kalangan, seperti orang tua, remaja dan anak-anak. Untuk
pembangunan sanggar – sanggar sebaiknya dibuat seindah mungkin, dan semenarik
mungkin agar masyarakat di kota Probolinggo bisa belajar dan mengembangkan bakatnya
agar dapat melestarikan kesenian dan kebudayaan kota Probolinggo.
Sebaiknya masyarakat kota Probolinggo mulai saat ini
menggunakan sarana dan prasarana kampoeng
seni kota Probolinggo. Kampoeng seni
tersebut merupakan merupakan salah satu agenda Dewan Kesenian, Dinas Pariwisata
dan Budaya serta Dinas Pendidikan Kota Probolinggo. Maka dari itu marilah kita
turut menyukseskan dan menyemarakkan kesenian dan budaya yang ada di kota
Probolinggo. Dan kampoeng seni kota
Probolinggo tersebut bermaksud untuk mengekspresikan karya masyarakat kota
Probolinggo. Dan kampoeng seni ini
tidak ditujukan hanya bagi segelintir golongan, namun masyarakat kota
Probolinggo juga berhak atas terbentuknya kampoeng
seni tersebut. Maka agar tidak adanya perselisihan antara golongan
persanggaran dengan dan masyarakat maka masyarakat kota Probolinggo harus lebih
banyak menggunakan sarana dan prasarana kampoeng
seni dan banyaklah berpartisipasi.
Untuk berkembangnya seni serta tempat dan pelatih mohon
kepada pemerintah kota Probolinggo agar bisa memikirkan hal ini demi
tersalurkan seni yang ada dalam pikiran masyarakat kota Probolinggo. Dan ini
contohnya kesenian di kota Probolinggo:
Lengger, adalah salah tarian kesenian yang mempunyai daya tarik tersendiri. Kesenian lengger
kini merupakan salah satu aset kebudayaan yang dapat menarik wisatawan asing.
Kobuda, (Kontes Busana Daun). Acara yang dihelat pada tanggal 23
November kemarin, diikuti oleh 22 peserta dari SMP dan SMA di Probolinggo.
Kontes ini diselenggarakan oleh Kopara (Komunitas
Pariwisata) bersama Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya dan Pariwisata. Even ini dimulai pukul 13.30 WIB, dan start dari SMKN 1 Taman Siswa Jl. Dr.
Saleh. Selanjutnya setiap peserta melintasi Jl. Panglima Sudirman, Jl. Suroyo
dan finish di alun-alun Probolinggo
Jl. A. Yani. Dalam rute tersebut panitia menyediakan 2 stage, dimana para peserta unjuk kebolehan di depan para juri
dengan menari. Setiap peserta yang
berpartisipasi dalam kontes ini, terdiri dari 11 orang dalam setiap
kelompoknya, 1 orang menjadi maskot yang busananya wajib menggunakan daun asli,
sedangkan 10 orang lainnya diperbolehkan memakai daun imitasi. Acara yang juga dibarengi launching Semipro (Seminggu Di Kota Probolinggo) oleh Walikota Probolinggo HM Buchori ini, ternyata disambut antusias
warga kota Probolinggo yang memadati rute Kobuda.
Sehingga barikade pagar besi tak bisa membendung massa yang ingin menyaksikan
peserta secara dekat. Terutama di stage
saat peserta menari.
MPS2, Morning on Panglima Sudirman Street digelar tiap 3 bulan sekali. Dari data yang dihimpun Radar
Bromo, gelaran MPS2 terbukti berhasil menjadi media transaksi ekonomi. Pada
MPS2 edisi 7 Maret 2010 lalu,
misalnya, total pendapatan stan-stan -berdasar rekapitulasi Bappeda- mencapai
Rp 112.775.200. Sedangkan pada MPS2 edisi 27 Desember 2009 lalu, omzetnya
mencapai Rp 112.199.000. itu berarti ada kenaikan sekitar Rp 600 ribu. UKM-UKM
yang diajangi benar dalam gelaran MPS2 pun merasa senang dengan acara itu.
Seperti diungkapkan Ketua Forda UKM Kota Probolinggo Umi Zunaidah. Dia
mengoordinatori puluhan UKM yang ikut menjajakan produk unggulannya sejak kali
pertama MPS2 digeber. Sebelum ada MPS2, UKM hanya berkesempatan memasarkan
produk melalui pameran, baik di dalam maupun luar kota. Itu pun pelaksanaannya
tidak pasti. Jenis produk yang bakal dipamerkan juga terbatas.
"Kalau di MPS2 kan semua produk bisa dijual. Jadi
bisa bergabung tanpa kecuali. Di MPS2 kami merasa punya kesempatan. Ada
tendanya dan rapi," tuturnya. Meski tidak menanyai semua UKM, Umi mendapat
laporan bahwa makanan yang jual mayoritas habis. Menurutnya, penjualan buku
laris sampai Rp 600 ribu. Jualan nasi yang biasa hanya menghabiskan beras 2
sampai 3 kg justru naik hingga 8 kg. "Yang jualan gudeg itu sampai lebih
15 kg berasnya. Pokoknya begini, kalau ada kesenian atau atraksi yang tampil,
kami sampai kewalahan jualan. Tapi, kalau cuma dinas saja, bisa sepi,"
tutur Umi, seorang pelaku UKM.
Ia menilai tidak ada masalah dengan MPS2 yang sudah
berjalan selama beberapa kali itu. Bahkan dia memastikan UKM yang dipimpinnya
tidak punya keluhan dengan kegiatan tersebut. Dia juga mendukung MPS2
dilaksanakan tiga bulan sekali.
"Jangan dekat-dekat jaraknya.
Kalau terlalu dekat, orang itu bisa jenuh. Enak begini tiga bulan sekali.
Menurut saya lebih baik MPS2 seperti yang kemarin (7/3) karena ramai
sekali," ucapnya.
Koordinator pengrajin batik khas Kota Probolinggo Nani
Kastip mengungkapkan hal yang sama. Kalau sampai MPS2 diberhentikan, itu tidak
benar. Pasalnya, di MPS2 terjadi transaksi yang sangat besar sekali meskipun
masih diluar target UKM. Misalnya saja kain batik khas Kota Probolinggo, saat
MPS2 ada saja transaksinya, setelah MPS2 banyak pembeli yang berdatangan ke
galeri. Masyarakat justru mengetahuinya dari MPS2. Kerajinan batok juga
langsung banjir pesanan dari perhotelan dan masyarakat setelah melihat di MPS2.
"Dampaknya itu luar biasa. MPS2
itu sebagai pusat informasi juga untuk masyarakat. Orang Probolinggo sendiri
tidak tahu kerajinannya seperti apa. Tapi, di MPS2 kan terwakili semua. Orang bisa tahu apa saja produk
unggulannya. Kalau tidak ada MPS2 mau ke mana coba? Walaupun sudah ada galeri,
MPS2 juga sebagai ajang promosi," cetus Nani yang mengaku penjualan batik
makin laris pasca dibeber di MPS2.
Sementara itu, menurut pelaku seni Peni Priyono, konsep
awal MPS2 adalah perekonomian masyarakat. Seharusnya sajian kesenian mulai
dikurangi, unjuk diri peran satker harus dikurangi. Peni menyarankan agar pelaksana dalam hal ini pemkot
membuat aturan yang wajib dipenuhi oleh pengisi stan MPS2. Beberapa satker
banyak mengisi stand dengan kesenian, apalagi kesenian dari luar kota tentunya
anggaran yang dibutuhkan besar.
Ia menyarankan agar kesenian tidak didatangkan dari luar
daerah. Dan seniman lokal juga harus lebih
kreatif. Peni yang
juga ketua Kopara (Komunitas
Pariwisata) itu menegaskan MPS2 masih
sangat layak untuk digelar hanya saja pelaksanaan bisa diperpanjang lagi.
Menurutnya, bisa sampai jam 12.00, dengan mengalihkan jalur lalulintas. Baginya, roda
perekonomian masyarakat memang berjalan di MPS2. Bila MPS2 dikonsep lebih
natural, akan lebih cantik.
"DPRD yang menyoroti MPS2,
apanya yang dipermasalahkan? Banyak kok yang bisa didapatkan. Penjual dagangannya laku, masyarakat
dapat hiburan dan mengenal kesenian. MPS2 ini ditunggu banyak orang," tegasnya.
Kerapan Kambing
Para pecinta balap binatang mulai melirik kambing sebagai
hewan pacu. Pasalnya, balap (kerap) kambing tidak memerlukan biaya mahal
seperti kerapan sapi. Selain itu, penikmat balap ini hanya melepas seekor
kambing yang diadu dengan seekor kambing lainnya. Menurutnya, balap kambing
diikuti sejumlah pihak yang tak sanggup beli sapi. Tetapi, katanya, sebagian
pemilik kerapan kambing juga punya sepasang sapi kerap. Dia akui kerapan
kambing sering muncul sebelum dan setelah musim kerapan sapi. Pada saat musim kerapan
sapi, warga lebih tertarik menonton kerapan sapi. "Memang, penonton balap kambing lebih sedikit dibanding kerapan
sapi," katanya. Tetapi
semua itu belum mencukupi karena masih banyak, contohnya: keterampilan dan
kerajinan dan masih banyak yang lain.***
No comments:
Post a Comment