Wednesday, November 4, 2015

Kota Probolinggo: Kota Seni dan Budaya Masa Depan




Kota Probolinggo Sebagai Kota Seni dan Budaya Masa Depan

Nicko Syaifuddin Al-Haq R.



Sebaiknya masyarakat kota Probolinggo mulai saat ini menggunakan sarana dan prasarana kampoeng seni kota Probolinggo. Kampoeng seni tersebut merupakan merupakan salah satu agenda Dewan Kesenian, Dinas Pariwisata dan Budaya serta Dinas Pendidikan Kota Probolinggo. Maka dari itu marilah kita turut menyukseskan dan menyemarakkan kesenian dan budaya yang ada di kota Probolinggo. Dan kampoeng seni kota Probolinggo tersebut bermaksud untuk mengekspresikan karya masyarakat kota Probolinggo. Dan kampoeng seni ini tidak ditujukan hanya bagi segelintir golongan, namun masyarakat kota Probolinggo juga berhak atas terbentuknya kampoeng seni tersebut. Maka agar tidak adanya perselisihan antara golongan persanggaran dengan dan masyarakat maka masyarakat kota Probolinggo harus lebih banyak menggunakan sarana dan prasarana kampoeng seni dan banyaklah berpartisipasi. 

Sebetulnya masyarakat kota Probolinggo adalah pecinta kesenian dan kebudayaan, tetapi dengan seiring kemajuan teknologi dan komunikasi masyarakat kota Probolinggo sudah mulai bosan dengan kesenian dan kebudayaan kota Probolinggo, mungkin tidak adanya arahan dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak di kota Probolinggo yang mempunyai bakat dan seni, contohnya: musik, lukis, tari, keterampilan dsb, tetapi tidak ada yang mengarahkan. Sebaiknya berilah pelatih dan tempat serta honor yang layak kepadanya pasti akan terlaksana, maju dan berkembang. Maka untuk kedepannya sebaiknya kota Probolinggo harus mulai ada kemajuan untuk pengetahuan kesenian dan kebudayaan kota Probolinggo.


Masyarakat kota Probolinggo sekarang ini sudah mulai melupakan dan meninggalkan kesenian dan kebudayaan Kota Probolinggo.  Dan kota Probolinggo untuk mencapai semua itu harus ada penambahan lokasi untuk mempelajari dan memberi pengertian kesenian dan kebudayaan kota Probolinggo, seperti di setiap sudut daerah kota Probolinggo harus membangun sanggar – sanggar untuk semua kalangan, seperti orang tua, remaja dan anak-anak. Untuk pembangunan sanggar – sanggar sebaiknya dibuat seindah mungkin, dan semenarik mungkin agar masyarakat di kota Probolinggo bisa belajar dan mengembangkan bakatnya agar dapat melestarikan kesenian dan kebudayaan kota Probolinggo. 

Sebaiknya masyarakat kota Probolinggo mulai saat ini menggunakan sarana dan prasarana kampoeng seni kota Probolinggo. Kampoeng seni tersebut merupakan merupakan salah satu agenda Dewan Kesenian, Dinas Pariwisata dan Budaya serta Dinas Pendidikan Kota Probolinggo. Maka dari itu marilah kita turut menyukseskan dan menyemarakkan kesenian dan budaya yang ada di kota Probolinggo. Dan kampoeng seni kota Probolinggo tersebut bermaksud untuk mengekspresikan karya masyarakat kota Probolinggo. Dan kampoeng seni ini tidak ditujukan hanya bagi segelintir golongan, namun masyarakat kota Probolinggo juga berhak atas terbentuknya kampoeng seni tersebut. Maka agar tidak adanya perselisihan antara golongan persanggaran dengan dan masyarakat maka masyarakat kota Probolinggo harus lebih banyak menggunakan sarana dan prasarana kampoeng seni dan banyaklah berpartisipasi.

Untuk berkembangnya seni serta tempat dan pelatih mohon kepada pemerintah kota Probolinggo agar bisa memikirkan hal ini demi tersalurkan seni yang ada dalam pikiran masyarakat kota Probolinggo. Dan ini contohnya kesenian di kota Probolinggo:
 
Lengger, adalah salah tarian kesenian yang mempunyai daya tarik tersendiri. Kesenian lengger kini merupakan salah satu aset kebudayaan yang dapat menarik wisatawan asing.

Kobuda, (Kontes Busana Daun). Acara yang dihelat pada tanggal 23 November kemarin, diikuti oleh 22 peserta dari SMP dan SMA di Probolinggo. Kontes ini diselenggarakan oleh Kopara (Komunitas Pariwisata) bersama Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya dan Pariwisata. Even ini dimulai pukul 13.30 WIB, dan start dari SMKN 1 Taman Siswa Jl. Dr. Saleh. Selanjutnya setiap peserta melintasi Jl. Panglima Sudirman, Jl. Suroyo dan finish di alun-alun Probolinggo Jl. A. Yani. Dalam rute tersebut panitia menyediakan 2 stage, dimana para peserta unjuk kebolehan di depan para juri dengan menari. Setiap peserta yang berpartisipasi dalam kontes ini, terdiri dari 11 orang dalam setiap kelompoknya, 1 orang menjadi maskot yang busananya wajib menggunakan daun asli, sedangkan 10 orang lainnya diperbolehkan memakai daun imitasi. Acara yang juga dibarengi launching Semipro (Seminggu Di Kota Probolinggo) oleh Walikota Probolinggo HM Buchori ini, ternyata disambut antusias warga kota Probolinggo yang memadati rute Kobuda. Sehingga barikade pagar besi tak bisa membendung massa yang ingin menyaksikan peserta secara dekat. Terutama di stage saat peserta menari.

MPS2, Morning on Panglima Sudirman Street digelar tiap 3 bulan sekali. Dari data yang dihimpun Radar Bromo, gelaran MPS2 terbukti berhasil menjadi media transaksi ekonomi. Pada MPS2 edisi 7 Maret 2010 lalu, misalnya, total pendapatan stan-stan -berdasar rekapitulasi Bappeda- mencapai Rp 112.775.200. Sedangkan pada MPS2 edisi 27 Desember 2009 lalu, omzetnya mencapai Rp 112.199.000. itu berarti ada kenaikan sekitar Rp 600 ribu. UKM-UKM yang diajangi benar dalam gelaran MPS2 pun merasa senang dengan acara itu. Seperti diungkapkan Ketua Forda UKM Kota Probolinggo Umi Zunaidah. Dia mengoordinatori puluhan UKM yang ikut menjajakan produk unggulannya sejak kali pertama MPS2 digeber. Sebelum ada MPS2, UKM hanya berkesempatan memasarkan produk melalui pameran, baik di dalam maupun luar kota. Itu pun pelaksanaannya tidak pasti. Jenis produk yang bakal dipamerkan juga terbatas.

"Kalau di MPS2 kan semua produk bisa dijual. Jadi bisa bergabung tanpa kecuali. Di MPS2 kami merasa punya kesempatan. Ada tendanya dan rapi," tuturnya. Meski tidak menanyai semua UKM, Umi mendapat laporan bahwa makanan yang jual mayoritas habis. Menurutnya, penjualan buku laris sampai Rp 600 ribu. Jualan nasi yang biasa hanya menghabiskan beras 2 sampai 3 kg justru naik hingga 8 kg. "Yang jualan gudeg itu sampai lebih 15 kg berasnya. Pokoknya begini, kalau ada kesenian atau atraksi yang tampil, kami sampai kewalahan jualan. Tapi, kalau cuma dinas saja, bisa sepi," tutur Umi, seorang pelaku UKM.

Ia menilai tidak ada masalah dengan MPS2 yang sudah berjalan selama beberapa kali itu. Bahkan dia memastikan UKM yang dipimpinnya tidak punya keluhan dengan kegiatan tersebut. Dia juga mendukung MPS2 dilaksanakan tiga bulan sekali.
"Jangan dekat-dekat jaraknya. Kalau terlalu dekat, orang itu bisa jenuh. Enak begini tiga bulan sekali. Menurut saya lebih baik MPS2 seperti yang kemarin (7/3) karena ramai sekali," ucapnya.

Koordinator pengrajin batik khas Kota Probolinggo Nani Kastip mengungkapkan hal yang sama. Kalau sampai MPS2 diberhentikan, itu tidak benar. Pasalnya, di MPS2 terjadi transaksi yang sangat besar sekali meskipun masih diluar target UKM. Misalnya saja kain batik khas Kota Probolinggo, saat MPS2 ada saja transaksinya, setelah MPS2 banyak pembeli yang berdatangan ke galeri. Masyarakat justru mengetahuinya dari MPS2. Kerajinan batok juga langsung banjir pesanan dari perhotelan dan masyarakat setelah melihat di MPS2.
"Dampaknya itu luar biasa. MPS2 itu sebagai pusat informasi juga untuk masyarakat. Orang Probolinggo sendiri tidak tahu kerajinannya seperti apa. Tapi, di MPS2 kan terwakili semua. Orang bisa tahu apa saja produk unggulannya. Kalau tidak ada MPS2 mau ke mana coba? Walaupun sudah ada galeri, MPS2 juga sebagai ajang promosi," cetus Nani yang mengaku penjualan batik makin laris pasca dibeber di MPS2.

Sementara itu, menurut pelaku seni Peni Priyono, konsep awal MPS2 adalah perekonomian masyarakat. Seharusnya sajian kesenian mulai dikurangi, unjuk diri peran satker harus dikurangi. Peni menyarankan agar pelaksana dalam hal ini pemkot membuat aturan yang wajib dipenuhi oleh pengisi stan MPS2. Beberapa satker banyak mengisi stand dengan kesenian, apalagi kesenian dari luar kota tentunya anggaran yang dibutuhkan besar.
 
 Ia menyarankan agar kesenian tidak didatangkan dari luar daerah. Dan seniman lokal juga harus lebih kreatif. Peni yang juga ketua Kopara (Komunitas Pariwisata) itu menegaskan MPS2 masih sangat layak untuk digelar hanya saja pelaksanaan bisa diperpanjang lagi. Menurutnya, bisa sampai jam 12.00, dengan mengalihkan jalur lalulintas. Baginya, roda perekonomian masyarakat memang berjalan di MPS2. Bila MPS2 dikonsep lebih natural, akan lebih cantik.

"DPRD yang menyoroti MPS2, apanya yang dipermasalahkan? Banyak kok yang bisa didapatkan. Penjual dagangannya laku, masyarakat dapat hiburan dan mengenal kesenian. MPS2 ini ditunggu banyak orang," tegasnya.

Kerapan Kambing
Para pecinta balap binatang mulai melirik kambing sebagai hewan pacu. Pasalnya, balap (kerap) kambing tidak memerlukan biaya mahal seperti kerapan sapi. Selain itu, penikmat balap ini hanya melepas seekor kambing yang diadu dengan seekor kambing lainnya. Menurutnya, balap kambing diikuti sejumlah pihak yang tak sanggup beli sapi. Tetapi, katanya, sebagian pemilik kerapan kambing juga punya sepasang sapi kerap. Dia akui kerapan kambing sering muncul sebelum dan setelah musim kerapan sapi. Pada saat musim kerapan sapi, warga lebih tertarik menonton kerapan sapi. "Memang, penonton balap kambing lebih sedikit dibanding kerapan sapi," katanya. Tetapi semua itu belum mencukupi karena masih banyak, contohnya: keterampilan dan kerajinan dan masih banyak yang lain.***

No comments:

Post a Comment